Artikel

Kegiatan Terkini
NEWS UPDATE :  

Konsolidasi Lembaga Pendidikan

Oleh: Jauharoti Alfin – detikNews

Dilansir dari DETIKCOM - Konsolidasi menjadi pokok bahasan utama pidato Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR 2021. Bagi lembaga pendidikan, upaya konsolidasi adalah sebuah keniscayaan dalam situasi pandemi. Tanpa diminta oleh siapapun, sekolah/madrasah telah melakukan konsolidasi pendidikan untuk tetap dapat mendiseminasikan pengetahuan demi menjaga pencapaian kompetensi siswa sejak awal wabah Covid-19.

Pihak sekolah/madrasah telah menyesuaikan proses penyampaian materi, bentuk asesmen, media dan sumber belajar, hingga mendorong keterlibatan aktif orangtua seiring dengan aktivitas pembelajaran daring.

Konsolidasi Proses dan Asesmen

Konsolidasi proses dan asesmen dilakukan dengan segala keterbatasan dan sumber daya pendidikan yang dimiliki sekolah/madrasah. Hingga saat ini sekolah/madrasah harus menyelenggarakan proses belajar di tengah-tengah ketiadaan kurikulum yang support dengan ruang belajar digital, akses gawai dan jaringan yang tidak merata, kompetensi guru yang tidak seluruhnya siap untuk menyelenggarakan model pembelajaran daring, hingga minimnya anggaran untuk semua bentuk perubahan terkait dengan pembelajaran daring tersebut.

Dengan melihat beberapa faktor penghambat tersebut, wujud proses pembelajaran daring sudah dapat diprediksi akan tidak sama antarlembaga pendidikan. Terdapat sekolah/madrasah yang menempatkan sistem managemen pembelajaran daring seperti Google Classroom hanya menjadi media yang membantu untuk berbagi dan mengumpulkan tugas pelajaran. Meskipun demikian, tidak sedikit sekolah/madrasah yang berhasil melakukan proses transformasi terebut.

Indikator keberhasilan pembelajaran ini sangat sederhana. Para guru di sekolah/madrasah tersebut mampu menghadirkan esensi pembelajaran yang menekankan pada kegembiraan dan keceriaan di ruang belajar seperti ketika berada di dalam kelas. Kondisi siswa seperti ini sulit sekali ditemukan di awal-awal penutupan sekolah.

Pendidikan yang diselenggarakan di beberapa sekolah/madrasah ini mengeksplorasi dan mentransformasikan tools yang tertanam pada beragam platform digital yang diintegrasikan dalam desain strategi dan metode pembelajaran. Platform yang pada awalnya hanya menjadi tempat pertemuan kolektif virtual seperti Zoom dapat berfungsi sebagai ruang dan sekaligus lingkungan belajar interaktif layaknya aktivitas belajar dalam kelas.

Melalui Zoom, para guru mengatur posisi duduk para yang siswa ditempatkan seolah-olah sedang duduk tertib bersandingan dengan teman sejawatnya dalam ruang kelas. Tidak ada jarak di antara siswa yang biasanya hadir melalui kotak-kotak dalam gallery view. Para guru pun hadir dengan cara yang lebih menarik dan atraktif. Mereka mengajar seperti seorang pembawa berita yang berada dalam sebuah studio. Mereka berdiri dalam menyajikan materi pelajaran sehingga benar-benar seperti berada dalam ruang kelas sungguhan.

Bentuk evaluasi pembelajaran diberikan dengan cara lain. Evaluasi yang biasanya diberikan dalam bentuk tanya jawab ditansformasikan dalam media permainan dengan tampilan dan grafis yang menarik. Siswa juga diberi ruang untuk memilih avatar untuk merepresentasikan karakteristiknya dan mengetahui posisinya nilai yang dicapai dan juga milik temannya setiap saat.

Pada sesi materi yang lain, media sosial Instagram, TikTok, Facebook, dan Youtube dirubah menjadi media untuk evaluasi siswa yang kemudian direlasikan dengan kegiatan ekstrakurikuler sehingga output pembelajaran dapat sekaligus menjadi konten yang menarik dan memberikan pengalaman baru bagi siswa.

Semua aktivitas belajar ini dapat terwujud karena adanya upaya konsolidasi madrasah/sekolah dalam bentuk modifikasi model pembelajaran. Jika sebelumnya guru hanya menempatkan siswa sekadar sebagai konsumen pengetahuan dan informasi, maka mediasi platform digital memungkinkan guru mentransformasikan posisi siswa sebagai produsen pengetahuan dan informasi secara bersamaan dengan tetap memperhatikan kompetensi minimal yang harus dicapai pada satu mata pelajaran.

Konsolidasi Orangtua

Konsolidasi lain yang dilakukan sekolah/madrasah untuk mendukung keberhasilan pembelajaran tersebut adalah dengan mendorong dan menumbuhkan partisipasi aktif wali murid selama pembelajaran. Pihak sekolah/madrasah berusaha mengkomunikasi peran orangtua untuk secara aktif memfasilitasi anaknya dalam proses belajar.

Partisipasi orangtua ini penting untuk memastikan berjalannya proses dan serta pencapaian kompetensi pembelajaran. Usaha pelibatan ini tidak mudah dengan melihat struktur sosial di masyarakat yang didominasi oleh kelompok warga yang sebagian besar adalah lulusan sekolah dasar dan menengah. Kelompok sosial ini memiliki kompetensi yang terbatas dan juga minimnya waktu yang tersedia untuk menemani anak belajar karena lebih fokus pada pekerjaan.

Dalam catatan saya setidaknya terdapat dua peran aktif orangtua yang membantu keberhasilan proses konsolidasi pembelajaran ini. Peran orangtua yang menonjol adalah seperti fungsi wifi repeater yang sering dijumpai pada jenjang pendidikan dasar dan thief detector yang dapat ditemukan pada pendidikan jenjang menengah dan atas.

Peran sebagai wifi repeater mendorong orangtua untuk mentransmisikan materi pelajaran yang tidak dipahami oleh anak. Layaknya wifi repeater yang menjembatani sebuah komputer yang letaknya berjauhan dengan wifi router sehingga dapat terhubung dengan jaringan, maka dalam konteks ini orangtua harus menjelaskan materi sesuai dengan jabaran kompetensi materi pelajaran.

Beragam bentuk keterlibatan orangtua dapat dilakukan untuk peran ini. Bersama dengan anak-anak, para orangtua mengurai pengetahuan yang belum tercerna. Tidak semua pelajaran yang tersaji dapat dipahami mengingat keterbatasan jam tatap muka dan penjelasan yang tidak dilakukan sebaik ketika interaksi secara langsung dalam kelas.

Kebutuhan lain anak dalam belajar adalah kehadiran teman. Posisi sebagai teman mengharuskan orangtua untuk menjadi rekan yang bersedia untuk mendiskusikan dan mengurai permasalahan pembelajaran yang dianggap sulit untuk dimengerti. Mereka tidak dalam posisi mendikte atau mengerjakan apa yang menjadi penugasan sekolah. Mereka hanya membersamai kegiatan belajar.

Untuk peran sebagai thief detector, orangtua memastikan apakah layar yang dibuka oleh anaknya sudah sesuai dengan instruksi dan kebutuhan pembelajaran. Orangtua harus melakukan scanning pada aktivitas anaknya karena godaan untuk "lari" dari pembelajaran daring dan berpindah ke ruang virtual sangat kuat. Faktor lain dapat datang dari teman sekelas. Sering didapati mereka "lari" untuk memainkan game online.

Meskipun mereka sudah keluar dari ruang virtual, tetapi terlihat seperti masih hadir karena fungsi teknologi memungkinkan aktivitas tersebut.

Sekolah/madrasah dan guru sangat sulit untuk mengkontrol layar lain yang dibuka oleh siswa. Interaksi yang termedia teknologi digital tidak memungkinkan guru dan sekolah menjalankan fungsi kontrol pada siswa seperti halnya pembelajaran di sekolah. Mereka hanya dapat mengecek apakah siswa sudah hadir atau tidak melalui fungsi partsipan. Selebihnya guru tidak dapat mengetahui aktivitas lain yang dilakukan oleh siswa dengan layar mereka.

Pada akhirnya ketika sekolah/madrasah berhasil dalam mengkonsolidasikan semua stakeholder pendidikan untuk mendukung pembelajaran digital, maka isi pidato Presiden Joko Widodo lainnya yang meminta dilakukan sinergi antaralembaga pendidikan dengan lembaga bisnis telah dilaksanakan oleh sekolah/madrasah.

Secara tidak langsung, aktivitas pembelajaran yang mampu mentransformasikan posisi siswa sebagai konten kreator di media sosial adalah bentuk sinergitas lembaga pendidikan dan bisnis. Siswa tidak sekadar mencerna konten materi pelajaran melalui platform digital, namun juga didorong untuk mereproduksinya menjadi konten yang diunggah di media sosial. Pada titik ini, siswa sudah belajar memahami profesi baru di ruang kerja maya.

Jauharoti Alfin Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya


Sumber: