- PENGUMUMAN HASIL TES INTERVIEW GELOMBANG 1 SMKI ASSALAM JAMB...
- PPDB tahun ajaran 2025/2026 telah dibuka....
- PENGUMUMAN HASIL INTERVIEW TES PPDB GELOMBANG 3 SMK ISLAM AS...
- PENGUMUMAN HASIL INTERVIEW TES PPDB GELOMBANG 2 SMK ISLAM AS...
- ASSALAM BERSHOLAWAT bersama Habib JA'FAR BIN UTSMAN AL-JUFRI...
- (UPDATE) PENGUMUMAN HASIL SELEKSI INTERVIEW PPDB GELOMBANG 1...
- PENGUMUMAN HASIL SELEKSI PENERIMAAN CALON SISWA BARU GELOMB...
- PENGUMUMAN HASIL SELEKSI PENERIMAAN SISWA BARU GELOMBANG 2 S...
- PENGUMUMAN HASIL INTERVIEW CALON SISWA SMKI TAHUN AJARAN 202...
- MILLENIAL ASSALAM OLYMPIC-1 2022...
Konsolidasi Lembaga Pendidikan
Oleh: Jauharoti Alfin – detikNews
Dilansir dari DETIKCOM - Konsolidasi menjadi pokok bahasan utama pidato
Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR 2021. Bagi lembaga pendidikan, upaya
konsolidasi adalah sebuah keniscayaan dalam situasi pandemi. Tanpa diminta oleh
siapapun, sekolah/madrasah telah melakukan konsolidasi pendidikan untuk tetap
dapat mendiseminasikan pengetahuan demi menjaga pencapaian kompetensi siswa
sejak awal wabah Covid-19.
Pihak sekolah/madrasah telah menyesuaikan proses penyampaian
materi, bentuk asesmen, media dan sumber belajar, hingga mendorong keterlibatan
aktif orangtua seiring dengan aktivitas pembelajaran daring.
Konsolidasi Proses dan
Asesmen
Konsolidasi
proses dan asesmen dilakukan dengan segala keterbatasan dan sumber daya
pendidikan yang dimiliki sekolah/madrasah. Hingga saat ini sekolah/madrasah
harus menyelenggarakan proses belajar di tengah-tengah ketiadaan kurikulum yang support dengan
ruang belajar digital, akses gawai dan jaringan yang tidak merata, kompetensi
guru yang tidak seluruhnya siap untuk menyelenggarakan model pembelajaran
daring, hingga minimnya anggaran untuk semua bentuk perubahan terkait dengan
pembelajaran daring tersebut.
Dengan melihat beberapa faktor penghambat tersebut, wujud proses
pembelajaran daring sudah dapat diprediksi akan tidak sama antarlembaga
pendidikan. Terdapat sekolah/madrasah yang menempatkan sistem managemen
pembelajaran daring seperti Google Classroom hanya menjadi media yang membantu
untuk berbagi dan mengumpulkan tugas pelajaran. Meskipun demikian, tidak
sedikit sekolah/madrasah yang berhasil melakukan proses transformasi terebut.
Indikator
keberhasilan pembelajaran ini sangat sederhana. Para guru di sekolah/madrasah
tersebut mampu menghadirkan esensi pembelajaran yang menekankan pada
kegembiraan dan keceriaan di ruang belajar seperti ketika berada di dalam
kelas. Kondisi siswa seperti ini sulit sekali ditemukan di awal-awal penutupan
sekolah.
Pendidikan yang diselenggarakan di beberapa sekolah/madrasah ini
mengeksplorasi dan mentransformasikan tools yang tertanam pada beragam platform digital
yang diintegrasikan dalam desain strategi dan metode pembelajaran. Platform yang
pada awalnya hanya menjadi tempat pertemuan kolektif virtual seperti Zoom dapat
berfungsi sebagai ruang dan sekaligus lingkungan belajar interaktif layaknya
aktivitas belajar dalam kelas.
Melalui
Zoom, para guru mengatur posisi duduk para yang siswa ditempatkan seolah-olah
sedang duduk tertib bersandingan dengan teman sejawatnya dalam ruang kelas.
Tidak ada jarak di antara siswa yang biasanya hadir melalui kotak-kotak dalam gallery
view. Para guru pun hadir dengan cara yang lebih menarik dan
atraktif. Mereka mengajar seperti seorang pembawa berita yang berada dalam sebuah
studio. Mereka berdiri dalam menyajikan materi pelajaran sehingga benar-benar
seperti berada dalam ruang kelas sungguhan.
Bentuk evaluasi pembelajaran diberikan dengan cara lain. Evaluasi
yang biasanya diberikan dalam bentuk tanya jawab ditansformasikan dalam media
permainan dengan tampilan dan grafis yang menarik. Siswa juga diberi ruang
untuk memilih avatar untuk merepresentasikan karakteristiknya dan mengetahui
posisinya nilai yang dicapai dan juga milik temannya setiap saat.
Pada
sesi materi yang lain, media sosial Instagram, TikTok, Facebook, dan Youtube
dirubah menjadi media untuk evaluasi siswa yang kemudian direlasikan dengan
kegiatan ekstrakurikuler sehingga output pembelajaran
dapat sekaligus menjadi konten yang menarik dan memberikan pengalaman baru bagi
siswa.
Semua
aktivitas belajar ini dapat terwujud karena adanya upaya konsolidasi
madrasah/sekolah dalam bentuk modifikasi model pembelajaran. Jika sebelumnya
guru hanya menempatkan siswa sekadar sebagai konsumen pengetahuan dan
informasi, maka mediasi platform digital memungkinkan guru mentransformasikan
posisi siswa sebagai produsen pengetahuan dan informasi secara bersamaan dengan
tetap memperhatikan kompetensi minimal yang harus dicapai pada satu mata
pelajaran.
Konsolidasi Orangtua
Konsolidasi
lain yang dilakukan sekolah/madrasah untuk mendukung keberhasilan pembelajaran
tersebut adalah dengan mendorong dan menumbuhkan partisipasi aktif wali murid
selama pembelajaran. Pihak sekolah/madrasah berusaha mengkomunikasi peran
orangtua untuk secara aktif memfasilitasi anaknya dalam proses belajar.
Partisipasi
orangtua ini penting untuk memastikan berjalannya proses dan serta pencapaian
kompetensi pembelajaran. Usaha pelibatan ini tidak mudah dengan melihat
struktur sosial di masyarakat yang didominasi oleh kelompok warga yang sebagian
besar adalah lulusan sekolah dasar dan menengah. Kelompok sosial ini memiliki
kompetensi yang terbatas dan juga minimnya waktu yang tersedia untuk menemani
anak belajar karena lebih fokus pada pekerjaan.
Dalam
catatan saya setidaknya terdapat dua peran aktif orangtua yang membantu
keberhasilan proses konsolidasi pembelajaran ini. Peran orangtua yang menonjol
adalah seperti fungsi wifi repeater yang
sering dijumpai pada jenjang pendidikan dasar dan thief detector yang
dapat ditemukan pada pendidikan jenjang menengah dan atas.
Peran sebagai wifi repeater mendorong
orangtua untuk mentransmisikan materi pelajaran yang tidak dipahami oleh anak.
Layaknya wifi
repeater yang menjembatani sebuah komputer yang letaknya
berjauhan dengan wifi router sehingga
dapat terhubung dengan jaringan, maka dalam konteks ini orangtua harus
menjelaskan materi sesuai dengan jabaran kompetensi materi pelajaran.
Beragam
bentuk keterlibatan orangtua dapat dilakukan untuk peran ini. Bersama dengan anak-anak,
para orangtua mengurai pengetahuan yang belum tercerna. Tidak semua pelajaran
yang tersaji dapat dipahami mengingat keterbatasan jam tatap muka dan
penjelasan yang tidak dilakukan sebaik ketika interaksi secara langsung dalam
kelas.
Kebutuhan
lain anak dalam belajar adalah kehadiran teman. Posisi sebagai teman
mengharuskan orangtua untuk menjadi rekan yang bersedia untuk mendiskusikan dan
mengurai permasalahan pembelajaran yang dianggap sulit untuk dimengerti. Mereka
tidak dalam posisi mendikte atau mengerjakan apa yang menjadi penugasan
sekolah. Mereka hanya membersamai kegiatan belajar.
Untuk
peran sebagai thief detector, orangtua memastikan
apakah layar yang dibuka oleh anaknya sudah sesuai dengan instruksi dan
kebutuhan pembelajaran. Orangtua harus melakukan scanning pada
aktivitas anaknya karena godaan untuk "lari" dari pembelajaran daring
dan berpindah ke ruang virtual sangat kuat. Faktor lain dapat datang dari teman
sekelas. Sering didapati mereka "lari" untuk memainkan game online.
Meskipun mereka sudah keluar dari ruang virtual, tetapi terlihat
seperti masih hadir karena fungsi teknologi memungkinkan aktivitas tersebut.
Sekolah/madrasah
dan guru sangat sulit untuk mengkontrol layar lain yang dibuka oleh siswa.
Interaksi yang termedia teknologi digital tidak memungkinkan guru dan sekolah
menjalankan fungsi kontrol pada siswa seperti halnya pembelajaran di sekolah.
Mereka hanya dapat mengecek apakah siswa sudah hadir atau tidak melalui fungsi
partsipan. Selebihnya guru tidak dapat mengetahui aktivitas lain yang dilakukan
oleh siswa dengan layar mereka.
Secara tidak langsung, aktivitas pembelajaran yang mampu mentransformasikan posisi siswa sebagai konten kreator di media sosial adalah bentuk sinergitas lembaga pendidikan dan bisnis. Siswa tidak sekadar mencerna konten materi pelajaran melalui platform digital, namun juga didorong untuk mereproduksinya menjadi konten yang diunggah di media sosial. Pada titik ini, siswa sudah belajar memahami profesi baru di ruang kerja maya.
Jauharoti Alfin Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya