- PENGUMUMAN HASIL TES INTERVIEW GELOMBANG 1 SMKI ASSALAM JAMB...
- PPDB tahun ajaran 2025/2026 telah dibuka....
- PENGUMUMAN HASIL INTERVIEW TES PPDB GELOMBANG 3 SMK ISLAM AS...
- PENGUMUMAN HASIL INTERVIEW TES PPDB GELOMBANG 2 SMK ISLAM AS...
- ASSALAM BERSHOLAWAT bersama Habib JA'FAR BIN UTSMAN AL-JUFRI...
- (UPDATE) PENGUMUMAN HASIL SELEKSI INTERVIEW PPDB GELOMBANG 1...
- PENGUMUMAN HASIL SELEKSI PENERIMAAN CALON SISWA BARU GELOMB...
- PENGUMUMAN HASIL SELEKSI PENERIMAAN SISWA BARU GELOMBANG 2 S...
- PENGUMUMAN HASIL INTERVIEW CALON SISWA SMKI TAHUN AJARAN 202...
- MILLENIAL ASSALAM OLYMPIC-1 2022...
Serikat Guru Kritik Asesmen Nasional Berbasis Komputer
Oleh: Kadek Melda
Luxiana – detikNews
Dilansir dari DETIKNEWS - Sekretaris Jenderal
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
Heru Purnomo mengkritisi Asesmen Nasional Berbasis
Komputer (ANBK).
Menurutnya, masih banyak yang merasa bahwa ANBK sama seperti Ujian Nasional
Berbasis Komputer (UNBK).
"Publik
masih bingung antara UNBK dengan ANBK. Ingatan publik lebih pada ANBK sama
dengan UNBK. Jadi ada kekhawatiran akan menjadi beban peserta didik, padahal
tidak demikian," kata Heru melalui keterangan tertulis, Sabtu (11/9/2021).
Heru menuturkan permasalahan klasik muncul Ketika
pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) ini diseragamkan dengan Moda Full Online dan
Semi Online serta Berbasis Komputer. Menurutnya, permasalahan infrastruktur dan
jaringan serta kesiapan peserta didik dalam mengelola komputer menjadi kendala
pelaksanaan ANBK bagi sekolah di daerah.
"Masih ditambah lagi situasi pandemi
COVID-19 yang meniadakan pembelajaran tatap muka (PTM) patut dipertanyakan.
Apalagi untuk di tingkat pendidikan dasar dan/atau sekolah yang berada di
wilayah terpencil atau blankspot, maka ANBK sulit dilaksanakan," ujarnya
Heru khawatir, apabila ANBK dipaksakan, data untuk menentukan
level mutu pendidikan di Indonesia tidak valid. Terlebih, kata Heru, ANKB
dijadikan sebagai dasar penilaian pendidikan Indonesia.
"Apabila
ANBK dipaksakan saat ini, FSGI khawatir data yang akan diperoleh tidak cukup
valid untuk memvonis level mutu pendidikan Indonesia. Apalagi pelaksanaan ANBK
saat ini akan dijadikan baseline pendidikan
Indonesia. Apakah jika data yang diperoleh hasilnya sangat rendah kemudian
Kemendikbud merasa mudah untuk meningkatkan di tahun berikutnya?" ucapnya.
Heru menjelaskan masih ada permasalahan lain terkait pelaksanaan
ANBK. Permasalahan itu adalah sekolah harus melaksanakan PTM dan melewati
seleksi prokes ketat untuk bisa melaksanakan ANBK.
"Polemik
muncul ketika keharusan sudah melaksanakan PTM sebagai syarat ANBK ini
diterapkan di DKI Jakarta. Sekolah-sekolah di Jakarta harus menghadapi seleksi
prokes dengan keharusan mengikuti pelatihan blended learning sebagai
indikator kesiapan PTM," ujarnya.
Menurut Heru, seleksi kesiapan prokes COVID-19 penting dan perlu.
Tetapi, kalau hanya dilakukan melalui formulir yang diisi online tanpa
melakukan pengecekan di lapangan atau tanpa dilakukan cek factual, tentu saja
tidak akan valid. Yang membuat Heru heran adalah ketika hasil seleksi prokes
sekolah harus digabungkan dengan hasil pelatihan guru-guru tentang kesiapan PTM
yang dilakukan melalui daring berbasis modul.
"Dalam
hal ini, FSGI berpendapat Dinas Pendidikan DKI terkesan mengada-ada dalam
melakukan persiapan PTM terbatas untuk sekolah-sekolah di DKI Jakarta,"
tambahnya.
Lebih
lanjut Heru menyampaikan ada beberapa hal lain yang perlu dipertanyakan. Salah
satunya ketika Dinas Pendidikan DKI telah menyerahkan proses pelatihan kesiapan
PTM kepada pihak eksternal, dan diberi ruang untuk menentukan kelulusan sekolah
dalam kesiapan PTM.
"Hal ini patut dipertanyakan karena alasan
pemilihan lembaga eksternal bahwa mereka berpengalaman tentu saja tidak
berdasar, karena yang memiliki pengalaman tentu saja hanya sekolah formal yang
selama ini bergelut dengan pandemi dan telah melayani siswa dengan berbagai
permasalahannya," pungkasnya.
Sumber: